IUP di Cabut, PT GBA Bebas Dari Tanggung Jawab dan Tuntutan Hukum - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Sabtu, 20 April 2019

IUP di Cabut, PT GBA Bebas Dari Tanggung Jawab dan Tuntutan Hukum

Contoh ijin PT GBA yang dicabut oleh Inpektorat Kepri 
BINTAN - Belum lama ini, lewat Inspektorat Provinsi Kepri telah mencabut Izin IUP dari PT GBA yang bergerak pada pertambangan di Kabupaten Bintan. Hal ini, sama artinya inspektorat membebaskan perusahaan untuk tidak melakukan reklamasi. Padahal apabila perusahaan tidak melakukan pemulihan dan reklamasi hutan yang telah hancur adalah pidana. Hal ini dikatakan oleh salah satu ahli tambang IN, kepada media baru-baru ini.
Pelaksanaan Reklamasi dan paska tambang yang wajib dilaksanakan oleh pemegang IUP (yang dicabut inspektorat) adalah bahagian pekerjaan di dalam izin Usaha Pertambangan. Jika IUP dicabut berarti hilang kewajiban perusahaan untuk mengembalikan fungsi lingkungan yang berarti menjadi tanggung jawab si pencabut izin.
Karena apabila hutan tidak direklamasi kembali itu adalah pidana atau perbuatan yang melanggar hukum. Siapa yang harus melakukan reklamasi sesuai ketentuan hukum yang berlaku? “Apapun ceritanya, hutan itu harus direklamasi atau mengembalikan fungsi hutan seperti sebelum dilakukan operasi tambang. Ini tidak boleh diangap hal sepeleh, karena ketika tidak dilakukan reklamasi, jelas ini tindakan pidana sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Jadi siapakah yang akan melakukan reklamasi ini, hutan sudah hancur dan reklamasi ini wajib dilaksanakan,” ujarnya.
Harusnya, inspektorat menghentikan kegiatan produksinya saja yang merupakan salah satu bahagian di dalam IUP. Jadi PT GBA masih tetap melakukan kewajiban mereklamasi dan paska tambang seperti ketentuan pasal 2 diatas. Dasar pencabutan izin PT GBA alasanya sangat konyol sebab tak prosedural, hanya karena tidak lapor gubernur pada saat penerbitan perpanjangan izin 2 tahun lalu. “Alasan dibuat-buat alias alasan yang tak substantif, asal ngomong, asal bertindak, asal mencabut. Notabane-nya Mirza Bachtiar sangat tidak profesional dan tahu akibat yang akan terjadi. Ini konyol namanya,” tuturnya.
Salah satu contoh izin yang direkomendsasika Dinas ESDM dan dicabut kembali oleh Inspektorat kepri
Ketika terjadi sesuatu dengan kerusakan lingkungan suatu hari nanti, apakah inspektorat bertanggungjawab? Ketika akan disalahkan ke perusahaan yang telah beroperasi sebelumnya, maka secara aturan dan prosedur, perusahaan tersebut tidak bisa disalahkan. Pasalanya, ketika izin itu dicabut, maka kewajiban-kewajiban yang terikat dalam izin PT GBA tersebut hilang. dalam kasusnya dampak dan imbasnya pertanggungjawaban itu bermuara pada Gubernur Kepri, selaku kepala daerah.
Jadi ketika lingkungan terjadi erosi, banjir atau sesuatu yang tidak diinginkan, maka dengan sendirinya tanggung jawab itu adalah Pemerintah Provinsi, dalam hal ini gubernur sebagai pengambil kebijakan tertinggi. “Tindakan pencabutan izin dari inspektorat itu adalah suatu kebodohan yang tidak menguasai tentang pertambangan. Seharusnya mereka hanya menghentikan saja kegiatan tambang yang berjalan, bukan mencabut izin keseluruhan, walaupun dalam izin PT GBA ada indikasi menyalahi aturan.
Tapikan dalam izin ini ada tanggung jawab perusahaan untuk melakukan reklamasi. Setidaknya walaupun sudah terjadi kesalahan awal, tapi tanggung jawab dan prosedur hukum yang sudah terlanjur terjadi harus ada tanggung jawab dan harus direklamasi. Pasti perbuatan melanggar hukum tahap berikutnya berpotensi terjadi. Kita lihat saja, kalau hutan di Bintan tidak direklamasi, maka suatu saat tuntutan pengrusakan lingkungan ini akan dilimpahkan ke pencabut izin, yakni Mirza Bachtiar sebagai Kepala Inspektorat Kepri, dan dampak lainnya pasti arahnya ke gubernur.
Ketika tidak dilakukan reklamasi kembali, artinya pidana siap menanti, dan siapakah yang akan menerima pidana pengrusakan hutan ini? Apapun itu, yang namanya merusak hutan atau meluluhlantakan lingkungan hidup, proses hukum harus terus berjalan. Sebab itu sudah tertuang dalam aturan. Makanya, dalam izin itu, ada prosedur dan kewajiban perusahaan, selain pajak, juga pemulihan lingkungan dengan cara reklamasi. Jadi, dengan pencabutan izin dari inspektorat, membuat jebakan secara tidak langsung kepada gubernur untuk bertanggungjawab dalam kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini di Bintan. Semua tahu betapa fatal dan hebat lingkungan hutan hancur lebur oleh aktivitas pertambangan. Tidak mungkin DESDM atau Inspektorat Kepri yang akan tanggung jawab.
“Saya rasa tidakan pencabutan izin tersebut, karena mereka tidak tahu prosedur atau tidak profesional dalam pertambangan, akhirnya tindakan kebodohan yang dilakukan dan diputuskan Kepala Inspektorat Kepri,” ucapnya. Ada 2 kesalahan fatal yang terjadi akibat ESDM dan Inspektorat, yakni membuat kerugian negara dengan tidak membayar kewajiban perusahaan sesuai UU, dan membuat tanggung jawab reklamasi dari PT GBA hilang. Siapakah yang akan menggantikan puluhan sampai ratusan miliar kerugian negara? dan Siapakah yang akan bertanggungjawab atas kerusakan hutan untuk penghijauan atau reklamasi sesuai aturan negara yang belaku?
Ketika dikonfirmasi hal ini kepada Kepala Inspektorat Mirza Bachtiar, via Whatsapp mengatakan proses auditnya masih jalan. Media terus menanyakan seputar tambang dan izin itu, tetap Mirza tidak mau menjawab, hanya mengatakan kalau hal ini masih dalam proses pemeriksaan.”Mohon maaf, sesuai uu 23 dan PP 12 tahun 2017 pasal 23 Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kepada publik, dan tidak boleh diberikan kepada publik kecuali di tentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Mirza.
Kembali lagi dijelaskan IN, bahwa Mirza selaku Kepala Inspektorat Kepri dinilai lalai dan tidak profesional mengambil keputusan untuk pencabutan izin ini. Jangan karena mau menghilangkan bukti atau jejak, akhirnya melepaskan kewajiban hukum reklamasi oleh perusahaan.
Merujuk pada ketentuan yang ada, tindakan pencabutan izin telah menimbulkan masalah baru dan berakibat reklamasi itu menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi. Siapapun yang akan bertanggungjawab, tapi harus secepatnya melakukan reklamasi untuk menyelamatkan Pulau Bintan dan hutannya. Kalau tidak ada yang melakukan reklamasi, sudah jelas itu adalah pidana yang harus dihukum sesuai aturan yang berlaku. 
(Sumber : http://keprinews.co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar