BPS Sulsel : Tingkat Pengguran Turun, Angka Serapan Pekerja Tamatan SD ke Bawah Mendominasi - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Rabu, 10 Mei 2017

BPS Sulsel : Tingkat Pengguran Turun, Angka Serapan Pekerja Tamatan SD ke Bawah Mendominasi

MAKASSAR - Tamatan SD ke bawah masih mendominasi. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun hingga 3.000 orang hingga Maret 2017, dan Provinsi Sulsel kembali menuai prestasi dari sisi data kauntatif. Besarnya mencapai 44,16 persen dari total penduduk bekerja di Sulsel.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel pada Februari 2017, dari 6,21 juta penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) sekitar 3,992 juta orang diantaranya aktif dalam kegiatan ekonomi. Pada Februari 2017, dari 3,991 juta angkatan kerja sekitar 3,801 juta orang diantaranya bekerja (diserap pasar kerja).

Dalam setahun terakhir, tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 5,11% (Februari 2016) menjadi 4,77% (Februari 2017) dan jumlah penganggur berkurang sebanyak 3.000 orang.

“Angkatan kerja cenderung meningkat seiring peningkatan penduduk. Konsenkuensi Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga meningkat,” kata Didik Nursetyohadi selaku Kepala Bidang Neraca Wilayah dan Analisis Statistik dalam konferensi pers di kantornya, kemarin.

Menurut Didik, TPAK meningkat artinya tingkat pertumbuhan ekonomi bertanda baik. Alasannya, harapan terlibat diperekonomian untuk memperoleh penghasilan juga sejalan.

Namun, angka penggangguran turun tidak semata-mata menjadi indikator keberhasilan. Kajian kemana arah penduduk yang bekerja dan peningkatan kualitas pekerjaan harus diperhitungkan. “Tapi jumlah penting, juga karena serapan perekonomian meningkat,” ujarnya.

Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2017 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan rendah yaitu SD ke bawah sebanyak 1.678.525 orang atau sebesar 44,16%.

Kemudian diikuti oleh pekerja dengan pendidikan SMA dan SMK sebanyak 928.088 jiwa atau sebesar 24,41%. Adapun penduduk bekerja berpendidikan Diploma I/II/III dan berpendidikan Universitas mencapai 613.516 orang atau sebesar 16,14 persen dari total pekerja.

“Ternyata tingkat pengguran turun tapi angka serapan dari pendidikan SD ke bawah mendominasi. Itu sejalan dengan sektor pertanian sebagai sektor penyerap tenaga kerja terbanyak.

Artinya, peningkatan angka pekerja lebih banyak terserap di sektor pertanian sebagai sektor informal yang tidak membutuhkan pendidikan tinggi. Ini Pekerjaan rumah pemerintah untuk menekan pekerja informal,” bebernya.

Lanjut Didik, pengangguran turun ternyata terserap dominan di sektor pertanian (termasuk perkebunan, kehutanan, peternakan dan perikanan) sebanyak 1.544.614 orang atau sebesar 40,63 persen dari total penduduk yang bekerja.

Dibandingkan keadaan Februari 2016 terjadi peningkatan jumlah pekerja di sektor pertanian sebesar 7,05 persen atau sebanyak 101.739 orang.

Jika dibandingkan dengan semester sebelumnya (Agustus 2016) terjadi kenaikan sebesar 5,22 persen atau bertambah 76.625 orang. Angka ini seirama dengan data pekerja informal pada Februari 2017 sebanyak 2.445.469 orang (64,39 persen) bekerja pada kegiatan informal dan 1.345.938 orang (35,41 persen) bekerja pada kegiatan formal.

Kemudian, hal itu juga sejalan pada komposisi jumlah penduduk bekerja menurut jam kerja seluruhnya secara umum tidak mengalami perubahan berarti. Pada Februari 2017, jumlah penduduk yang bekerja penuh (full time worker), yaitu penduduk yang bekerja 35 jam perminggu atau lebih sebanyak 2.304.033 orang (60,61 persen).

Dalam setahun terakhir, penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam per minggu (pekerja tidak penuh) meningkat 12,05 persen atau bertambah 222.113 orang menjadi 1.497.374 jiwa.

Sementara penduduk yang bekerja kurang dari 15 jam perminggu pada Februari 2017 sebanyak 427.673 orang (11,25 persen). “Kalau jam kerjanya tidak penuh berarti penghasilannya juga tidak optimal,” imbuhnya.

Terpisah, Pengamat Ekonomi Unhas, Anas Anwar Makkatutu menuturkan, dalam menyiapkan pekerjaan itu menjadi tanggungjawab pemerintah. Namun, karena keterbatasan anggaran pemerintah seharusnya bisa menggenjot penyediaan lapangan pekerjaan dengan menarik investor masuk ke Sulsel.

“Begitu banyak penjual di pinggir jalan. Jual baju di pinggir jalan itu bukti orang tidak ada pekerjaannya. Bukan karena pintar melihat peluang. Peluang apa kalau di pinggir jalan begitu. Ini bukti banyak yang mengganggur,” jelas Anas.

Menurutnya, kelompok-kelompok yang menggangur ini harus difasilitasi utamanya dibekali keterampilan agar punya daya saing di pangsa penyerapan tenaga kerja.

“Itu investor dari Jawa misalnya silahkan datang yang ada skillnya. Kalau tenaga kasar seperti buruh ada tongji di Makassar. Ketidakmampuan kita ke depan melihat kebutuhan skill yang dibutuhkan adalah kelemahan kita. Balai Latihan Kerja misalnya itu ambil peran penuh,” ujarnya.

red/sumber : Upeks.co.id