BATAM – Puluhan warga dari Kampung Simpang Sintai, yang tergabung dalam Kampung Cunting, Batu Aji, merasakan ketakutan dan ketidakadilan yang mendalam. Ancaman penggusuran paksa oleh Ditpam BP Batam atas permintaan PT Hok Seng, telah memaksa mereka berjuang menyelamatkan satu-satunya tempat mereka bernaung. Jeritan mereka hanya satu: "Pemerintah, lindungi kami!"
Pada Senin, 27 Oktober 2025, dengan langkah gusar, perwakilan warga menyambangi kantor Polsek Batu Aji, Camat Batu Aji, Pemerintah Kota (Pemko) Batam, dan akhirnya berlabuh di DPRD Kota Batam. Mereka melaporkan ketidakadilan prosedural yang mereka alami, sebuah upaya terakhir untuk mencari pembelaan.
Jeritan mereka tidak sia-sia. Komisi IV DPRD Kota Batam, diwakili oleh Tapis Dabbal Siahaan dari Fraksi PDI Perjuangan, langsung menyambut dan menindaklanjuti laporan tersebut. Prihatin dengan kondisi yang diceritakan, Tapis bahkan langsung turun ke lokasi pada malam harinya, pukul 19.00 WIB, untuk mendengar langsung keluhan 36 Kepala Keluarga yang terdampak.
Ketidakadilan yang Terstruktur: Hanya Selang Sehari
Yang membuat warga semakin geram adalah kesan ketergesaan dan ketidakadilan dalam prosedur. Warga menerima Surat Peringatan (SP3) bernomor 236/TIM-TPD/X/2025 pada 14 Oktober 2025. Namun, hanya berselang satu hari, pada 15 Oktober 2025, surat perintah pembongkaran dengan nomor 238/TIM-TPD/X/2025 telah terbit. Seolah-olah tidak ada ruang bagi warga untuk bernapas, apalagi bernegosiasi.
"Kehadiran kami selaku Dewan Perwakilan Rakyat Kota Batam, kami akan memfasilitasi apa yang menjadi permintaan warga dan pihak penggusur," ucap Tapis Dabbal Siahaan di lokasi. Ia menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan BP Batam agar menunda pembongkaran yang rencananya akan dilakukan esok hari, Selasa (28/10/2025), sebelum diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) untuk mendengarkan tuntutan warga.
Meski demikian, Tapis tidak bisa memberikan jaminan penuh bahwa lokasi itu tidak akan digusur. Ia juga meminta warga untuk tidak terprovokasi dan segera membuat laporan tertulis ke DPRD.
Dan terakhir, Tapis juga menegaskan agar seluruh warga mematuhi aturan yang berlaku, serta ikut menjaga kondusifitas kota Batam.
Nasib Dipermainkan: Dari Rp 15 Juta Ditawar Jadi Rp 3 Juta
Jeritan lain yang terlontar adalah soal nilai ganti rugi yang terkesan semena-mena. Seorang ibu-ibu dengan suara lirih menyampaikan kekecewaannya, "Kami tidak tau dari perusahaan mana, tapi pernah ada yang menawarkan sebesar 15 Juta (per KK). Tapi kenapa setelah sampai Ditpam BP Batam malah ditawar sebesar 3 Juta?"
Penurunan nilai yang drastis ini semakin mengukuhkan anggapan warga bahwa hak-hak mereka diinjak-injak oleh kekuatan perusahaan yang didukung oleh aparat. Mereka bukan hanya kehilangan rumah, tetapi juga harga diri dan masa depan.
Dengan ancaman buldoser yang sudah di depan mata, warga Simpang Sintai hanya bisa berharap pada komitmen DPRD. Jeritan mereka adalah jeritan ribuan rakyat kecil yang terancam tergusur oleh pembangunan yang tidak memihak. Apakah pemerintah akan benar-benar hadir sebagai pelindung, atau justru membiarkan rakyatnya terlindas?
Hingga berita ini diunggah, pihak BP Batam dan perusahaan belum di konfirmasi.
Editor Don.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar