Ilustrasi/net. |
JAKARTA - Aktivis perempuan dari organisasi Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi meminta, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dapat disahkan sebelum masa kepemimpinan DPR berakhir pada april 2019.
“Karena banyak bentuk kekerasan sosial yang dialami perempuan yang tidak termaktub atau tidak ada payung hukumnya,” tutur Mutiara di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (22/12/2018).
Menurut dia, belum adanya payung hukum mengakibatkan pekerja perempuan sulit untuk melaporkan serta korban kekerasan seksual perempuan tak kunjung mendapatkan keadilan.
“Tidak melaporkan kenapa? Karena takut ada intimidasi ancaman, dan ada resiko kerja ketika melaporkan pelecahan yang dialami,” tutur Mutiara.
Ia menuturkan, angka terhadap kekerasan seksual di tempat pekerjaan semakin tahun meningkat.
“Banyak sekali melihat survei-survei melihatkan pelecehan seksual di jalan. Kalau di (organisasi) Perempuan Mahardhika fokus di tempat kerja pabrik itu (kekerasan seksual) juga meningkat 56,5 persen buruh garmen perempuan dilecehkan dan lebih 90 persen,” kata Mutiara.
Lebih lanjut, kata Mutiara, pihaknya optimis RUU Penghapusan Kekerasan Seksual segera disahkan menjadi UU.
Untuk mempercepat disahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual itu, ia mengatakan, akan menghimpun partisipasi dan melakukan mobilisasi kaum perempuan untuk mengawasi dan kontrol atas kinerja DPR.
“Upaya-upaya kami lakukan kami ingin menghimpum partisipasi beragam perempuan untuk ke DPR, untuk lebih dekat mamantau, mengontrol para pengambil kebijakan kita dalam menjalankan tugas-tugasnya,” kata Mutiata.
Merujuk data Komnas Perempuan, kasus kekerasan seksual mendominasi pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan.
Catatan tahunan Komnas Perempuan mengungkapkan kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat 25 persen dari 259.150 kasus pada 2016 menjadi 348.446 kasus pada 2017. Sementara diperkirakan masih banyak lagi kasus kekerasan perempuan yang tidak terlaporkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar