DPRD Batam dan Disnaker Bakal Sidak PT Smoe Terkait PHK Karyawan - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Selasa, 18 Mei 2021

DPRD Batam dan Disnaker Bakal Sidak PT Smoe Terkait PHK Karyawan


BATAM - Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kota Batam akan melakukan sidak ke PT SMOE Indonesia. Sidak itu dilakukan untuk menindaklanjuti hasil rapat dengar pendapat (RDP) terkait pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak yang dikeluhkan para karyawan.


“Kesimpulan hasil rapat merekomendasikan beberapa poin. Pertama, Komisi IV bersama Disnaker akan melakukan sidak ke PT SMOE untuk meminta 7.000 kontrak kerja karyawan,” ujar Mustofa saat memimpin RDP di ruang rapat Komisi IV DPRD Batam, Selasa (18/5/2021).


Rekomendasi kedua, lanjut Mustofa, meminta karyawan datang ke perusahaan untuk meminta kontrak kerja sesuai janji personalia atau human resource (HR) perusahaan. Sebab, langkah hukum, belum bisa dilakukan selama belum memegang kontrak masing-masing. Ketiga, karyawan diimbau bisa menyampaikan pendapat di muka umum (unjuk rasa) sesuai aturan.


Selain dihadiri DPRD dan Disnaker Batam, rapat dengar pendapat tersebut juga dihadiri manajemen perusahaan dan pekerja. Dalam tuntutannya, pekerja yang di-PHK meminta PT SMOE membayar sisa kontrak yang belum selesai. Hal ini diatur dalam pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, serta Tunjangan Hari Raya (THR) tahun 2021, yang seharusnya masih mereka terima.


Pris, bagian perekrutan di PT SMOE mengatakan, saat ini ada sekitar 7.000 karyawan di PT SMOE. Sementara volume pekerjaan menurun, maka manajemen mengurangi penggunaan tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan.


“Di PT SMOE merupakan pekerjaan padat karya. Sejak undang-undang cipta kerja dikeluarkan, mau tidak mau perusahaan harus menjalankannya. Saat ini pekerjaan di PT SMOE mulai menurun, sehingga hampir setiap minggunya ada PHK sesuai kebutuhan produksi. Dan manajemen berpedoman dengan PP 35, itu dikatakan putus demi hukum,” katanya.


Menurutnya, alasan pihak perusahaan tidak menyerahkan salinan kontrak yang sudah disepakati bersama karyawan karena takut hilang. Namun kalau diminta, salinan konrak itu akan diberikan.


Sofian, seorang pekerja yang terkena PHK membantah pernyataan Pris. Menurutnya, ia dan beberapa rekannya sudah meminta kontrak kerja mereka, namun tidak semua diberikan. Karena dalam kontrak kerja yang mereka tahu, ada beberapa kali di-revisi (diperbaiki).


“Saya sudah dapat kontrak kerja, tapi diubah dan tandatangan saya dipalsukan,” ungkapnya.


Hendra Gunadi, perwakilan dari Disnaker Batam menyampaikan bahwa kasus PHK di PT SMOE sudah berulang terjadi dengan kasus yang sama. Tetapi tidak ada perbaikan.


“Masalah kontrak itu dari dulu seperti itu. Lihat di Pasal 54 Undang-Undang 13, karena PKWT (perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak) dibuat sebelum PP, tentu kita belum berpegang pada PP 35 Tahun 2021, masih Undang-Undang 13, sama Kepmen 100 tahun 2004. Disitu jelas dikatakan dibuat dua, satu dapat satu (satu karyawan dan satu perusahaan). Artinya tidak dikatakan kalau diminta, jadi otomatis itu, andai kata hilang, risiko mereka,” tuturnya.


“Mohon maaf, dari dulu tidak pernah selesai. Dua kali saya ikut sidak di sana dari anggota Dewan, tapi seperti ini berulang dan berulang lagi,” tambah Hendra.


Konsultan hukum PT SMOE Indonesia, Firdaus mengatakan bahwa kejadian PHK yang terjadi, yang dibawa DPRD tersebut memiliki perbedaan persepsi hukum. Menurut Firdaus, kedatangan mereka di RDP tersebut hanya menghormati undangan yang dilayangkan oleh DPRD Kota Batam dan mencoba menyampaikan persepsi dari perusahaan.


Ia menegaskan bahwa mereka tidak diberi kewenangan untuk mengubah kebijakan yang dibuat oleh PT SMOE. Artinya keputusan yang akan diambil harus diuji ke pengadilan.


“Ketika terjadi konflik hukum, perbedaan persepsi dengan permasalahan advokasi undang-undang, saya katakan kita lebih baik keranah hukum. Jika perusahaan bersalah, akan membayarkan sesuai putusan,” jelas Firdaus.


Menanggapi kontrak kerja yang tidak diberikan kepada karyawan, Firdaus mengatakan akan memberikan masukan kepada perusahaan. “Namanya kontrak pasti ada di karyawan dan perusahaan, itu catatan bagi kami ke depan,” katanya.


Mustofa selaku anggota Komisi IV DPRD Batam mengatakan jika kontrak kerja itu merupakan hak karyawan sesuai undang-undang ketenagakerjaan. Sehingga tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak memberikan kepada karyawan.


Mustofa menilai, hal ini sudah direncanakan untuk melemahkan karyawan jika sampai menuntut di pengadilan. Karena kontrak sebagai dasar untuk menuntut hak normatif mereka.


“Di sisi lain dia (manajemen perusahaan) bicara keputusan pengadilan, aturan hukum pun akan ditaati. Hanya yang kecil saja, yang namanya kontrak kerja, sudah tidak bisa dilakukan. Masalahnya, kalau kontrak kerja tidak punya, di pengadilan selesai,” terang Mustofa. 

Red/gokepri.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar