Foto : Ilustrasi / net. |
Paryanto salah satu PHL yang menjadi korban PHK tak bisa menahan tangis atas nasib buruk yang menimpa setelah 11 tahun bekerja sebagai tukang kebersihan di Pasar Seni Gabusan dibawah naungan Dinas Perdagangan.
“Kalaupun harus mencium kaki Bupati Bantul akan saya lakukan saat ini untuk menyelamatkan pekerjaan saya,” kata Paryanto sembari menangis, Rabu 10 Desember 2018.
Pria paruh baya inipun mengaku selama 11 tahun mengabdi tak dapat BPJS yang seharusnya menjadi hak dari PHL karena PHL di OPD lain juga mendapatkan BPJS.
“Kalau anak saya sakit, istri saya sakit tak ada yang menanggung. Apalagi terkena PHK sangat menyakitkan dan memukul keluarga saya,” kata Paryanto yang merupakan tulang punggung satu-satunya.
Ami Selli yang juga PHL di Pasar Seni Gabusan mengatakan dengan gaji Rp 1 juta dan beban kerja yang begitu berat tidak sesuai. Namun karena tak ada pekerjaan lain tetap dijalaninya.
“Gaji saya sudah kecil dan di PHK sepihak oleh Pemda Bantul,” katanya sambil terisak.
PHL lainnya, Ami mengaku bingung jika nanti anaknya minta jajan tak bisa memberi sedikit uang bagi anaknya karena sudah dipecat jadi PHL.
“Suami saya juga kerjanya serabutan. Hasilnya tak menentu. Saya minta kebaikan hati Pak Bupati Bantul,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kepegawaian Pemkab Bantul Danu Sumaryanta mengatakan pengurangan PHL tujuan utamanya untuk penataan OPD agar kinerjanya dapat maksimal.
“Saat ini PHL di OPD sudah kelebihan pegawai sehingga kerjanya tak masimal. Misalnya di Dinas Perdagangan dari kebutuhan 160 PHL namun saat ini ada 202 PHL sehingga harus dirampungke,” ujarnya.
Danu mengatakan PHL yang terkena PHK adalah PHL yang tidak lolos tes psikologi yang dilaksanakan oleh Polda DIY. Namun PHL yang lolos tes psikologi masih dipertahankan.
“Ini hasil test psikologi murni dari Polda DIY sehingga Pemda sendiri hanya mendapatkan hasil utuh dari Polda DIY,” terangnya.
sumber SiagaIndonesia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar