Sidoarjo,Buruhtoday.com - Pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerjanya masih lemah dalam mengawasi perusahaan-perusahaan Outsourcing yang selalu mencekik para buruh, salah satunya adalah PT Rajawali Prima Indonesia (RPI) yang ada di desa Wedoro,Kec Waru,Sidoarjo selama beroperasi ternyata perusahaan outsourching ini belum mengantongi izin operasional sesuai UU no 13/2003.
Bahkan perusahaan ini telah menarik biaya pelatihan dan penyaluran untuk bekerja. Beberapa orang di antaranya telah terlanjur membayar. perusahaan outsourcing ini yang berpusat di Manggarai, Jakarta Selatan.
Anggota Komisi D DPRD Sidoarjo, Ali Masykuri mengatakan pada media bahwa PT Rajawali Prima Indonesia (RPI) adalah perusahaan penyalur tenaga kerja outsourcing yang tidak memiliki izin pengelohan dan operasional tenaga kerja di Sidoarjo.
" Syarat Perusahaan outsourcing itu kan, mereka harus berbadan hukum dan memiliki izin pengelolaan dan operasional outsourcing. sedangkan mereka ini (PT. RPI) tidak memiliki izin, jelas-jelas sudah melanggar hukum" tegasnya, saat hearing di ruang pertemuan komisi, Senin (5/1) kemarin.
Bahkan menurut legislator Partai Nasdem ini, langkah yang di ambil PT Rajawali Prima Indonesia (RPI) ini tergolong berani, dengan menarik biaya setiap pelatihan sebesar Rp. 600 Ribu per orang.
" Apalagi beberapa orang yang terlanjur mambayar ikut pelatihan, merasa tidak pernah disalurkan untuk bekerja," tandasnya.
Ali Masykuri juga menambahkan bahwa menurut UU yang sama, jika perusahaan pengelola tenaga kerja bermasalah, penyelesaian hubungan kerja dilakukan langsung dengan perusahaan pemberi kerja.
Sementara itu, salah satu perwakilan dari PT Rajawali Prima Indonesia (RPI) menunjukkan surat kontrak kerjasama antara pihak manajement Rajawali Prima Indonesia (RPI) dengan para calon tenaga kerja. Dari surat kerjasama yang dikeluarkan PT RPI tersebut, terdapat penjelasan status antara pihak pemohon dengan pihak perusahaan.
"Dalam perekrutan karyawan ini, terdapat peraturan dan tata tertib, sekaligus penghasilan yang didapat pihak pertama persis seperti kontrak kerja yang di keluarkan PT. Rajawali Prima Indonesia (RPI)," sebut perwakilan dari PT. Rajawali Prima Indonesia (RPI).
Terpisah, Ketua SPSI Sidoarjo, Sukarji, saat di konfirmasi kabarindonesia menyebutkan, keberadaan perusahaan outsourcing yang tidak memiliki izin itu harus dihapuskan. Pasalnya, perusahaan yang tak berstatus hokum tersebut pasti lalai membayar pajak yang menjadi kewajibannya.
"Makanya, perusahaan yang tidak berbadan hukum itu harus dihapuskan. Perusahaan outsourcing ini adalah bisnis yang memberikan keuntungan. Namun keuntungan itu tidak dikembalikan lagi kepada negara dalam bentuk pembayaran pajak," jelas Sukarji.
Padahal dia menghitung, rata-rata perusahaan outsourcing mengambil fee 2,5% dari upah minimum buruh sebesar Rp 1,5 juta per bulan. "Kalau dipotong Rp 1 juta lalu dikalikan 1.000 buruh saja, maka keuntungan perusahaan sudah mencapai Rp 1 miliar per bulan," katanya.
Sayang, Sukarji menjelaskan penghapusan perusahaan outsourcing yang tidak memiliki izin oleh pemerintah belum maksimal. Pasalnya pemerintah dalam hal ini, kementerian terkait tidak memiliki data valid mengenai basis perusahaan outsourcing yang ada di daerah. (sumber Kabarberita.com)