Proyek Pengadaan Pipa GAS Donggi Di Tuding Bermasalah - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Minggu, 28 September 2014

Proyek Pengadaan Pipa GAS Donggi Di Tuding Bermasalah

Jakarta,Buruhtoday - PT Cladtek desak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menusut dugaan permainan korupsi pada proyek pengaadaan pipa CRA (Corrocive Resistant Alloy) terkait fasilitas produksi gas di Donnggi, sulawesi utara. Pasalnya proses tender tersebut ddiduga banyak permainan dalam setiap aturan yang berlaku.

Kuasa hukum PT.Cladtex, Joao Meco mengungkapkan proyek pengadaan Pipa CRA 4 dan 6 dan Pipa CRA 6, 8 12 untuk Matindok dilakukan dengan sistem tender tertutup. Perusahaan yang mengikuti tender diantaranya PT Cladtex dan FTV Proclad L.L.C atau Proclad Pipe LLC (Proclad) sebuah perusahaan asing yang bermarkas di Dubai.

Dalam prosesnya, PT Rekayasa Industri akhirnya memenangkan FTV Proclad L.L.C. Proses penunjukan tersebut dinilai penuh kejanggalan karena mengabaikan sejumlah aturan. Sebab jika mengikuti aturan yang ada, sejatinya perusahaan dari Dubai tersebut tidak layak dimenangkan.

Aturan yang diduga diabaikan adalah UU No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Peraturan Menteri ESDM No. 015 tahun 2013 tentang Penggunaan Produk Dalam Negeri pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Pedoman Tata Kerja No 007 Revisi-II/PTK/I/2012 tentang Pedoman Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama.

"Kami patut menduga dua proyek di Donggi dan Matindok telah terjadi tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan kewenangan dalam penunjukan FTV Proclad L.L.C atau Proclad Pipe LLC (Proclad) sebagai pemenang tender proyek tersebut," kata Joao di Jakarta, Kamis (25/9).

Joao memaparkan, Proclad adalah perusahaan asing yang lokasi pabriknya ada di Dubai. Dan perusahaan tersebut belum mempunyai pengalaman di dunia MIGAS di Indonesia sementara kandungan Lokal Kontent Dalam Negerinya hanya maksimum 5% yaitu Coating. Sementara kandungan lokal yang wajib dipenuhi minimal sebesar 15 persen.

Karena itu, Joao menuntut diadakannya re-tender (tender ulang) pada proyek Pipa CRA 4 dan 6 dan Pipa CRA 6, 8 12. Pasalnya, jika tender ulang itu tak diadakan kembali, akan terjadi pengangguran massal di perusahaan pabrik pipa.

Joao juga mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menuntaskan kasus dugaan mafia migas pada proses tender pengadaan CRA Pipeline tersebut. Sebab Dirjen Migas sudah mengeluarkan perintah untuk Re-Tender dengan No. 12942/19.06/DMB/2013 tanggal 27 Nopember 2013 dimana CRA 4 dan 6 sudah dapat diproduksi di dalam negri oleh PT. Cladtek dengan Kadar Lokal Kontent dalam negri sebesar 25% - 35%.

Pada laporannya ke KPK itu, Joao melaporkan dua perusahaan BUMN yang diduga melakukan praktik mafia, yakni PT Rekayasa Industri (Rekin) di Donggi dan PT Wijaya Karya (Wika-Technip selaku konsorsium atas Proyek di Matindok). Menurutnya praktik mafia itu terjadi pada proses tender tertutup yang diadakan PT.Rekin dan Konsorsium PT. Wika-Technip selaku pemenang EPC (Engineering, Procurement dan Construction) atas Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) PT Pertamina EP pada proyek pengadaan CRA tersebut.

Ia menyebut dalam proses tender fasilitas gas di Donggi, PT Rekin mengatakan harga penawaran dari PT Cladtek sangat mahal sebesar US$ 14,880 juta di Batam dan harga penawaran Proclad sebesar US$ 13,647 juta. Namun jika dihitung dengan biaya shipping dan coating harga penawaran Proclad menjadi US$ 15,800 juta. Jika dibandingka maka harga penawaran PT. Cladtek lebih murah dibanding harga penawaran Proclad.

Selain harga lebih mahal, Joao menuding Proclad banyak menabrak peraturan dan perundangan-undangan disektor MIGAS terutama penggunaan barang produksi dan pemanfaatan jasa dalam negeri seperti ketentuan buku Apresiasi Produksi Dalam Negeri (APDN) serta Proclad tidak mempunyai sertifikasi API 5LC meskipun di dalam AML (Approval Manufacturing List) yang dibuat oleh PT. Pertamina EP. Padahal itu salah satu syarat untuk pengadaan proses tender. Ketentuan itu diduga ditabrak oleh oknum-oknum tertentu baik di PT. Pertamina EP maupun di PT. Rekin dan Konsorsium PT. Wika – Technip.

Akibat dugaan praktik mafia MIGAS itu, ratusan buruh anggota Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik dan Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP LEM SPSI) dan karyawan perusahaan PT. Cladtek yang berkedudukan di Batam terancam kehilangan pekerjaannya. Bahkan pabrik pipa CRA yang hanya satu-satunya di Indonesia akan ditutup.

Ketua DPD LEM SPSI Kepulauan Riau, Edwin Haryono, mendesak penegak hukum khususnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serius menuntaskan praktik korupsi mafia tersebut. Sebab jika praktik ini dibiarkan akan berdampak pada masalah sosial.

"Akibat praktik mafia MIGAS itu, 300 pekerja SP LEM SPSI dirumahkan karena perusahaan merugi tidak mendapatkan job (pekerjaan) bahkan dalam waktu yang dekat menyusul 500 pekerja yang akan di rumahkan," kata Edwin saat berorasi di depan Kantor SKK Migas, Kamis (25/9).

Terkait tudingan adanya mafia migas dalam proses pengadaan fasilitas migas di Donggi pihak SKK Migas belum ada tanggapan. Kepala Bagian Humas SKK Migas, Handoyo Budi Santoso, belum bisa dimintai tanggapan.(sumber GRESNEWS.COM).