PERISTIWA PEMBELAJARAN GAGNE, MENUJU PENDIDIKAN NASIONAL YANG MERATA. - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Jumat, 11 Oktober 2013

PERISTIWA PEMBELAJARAN GAGNE, MENUJU PENDIDIKAN NASIONAL YANG MERATA.



                                    Opini Anda  Oleh : Naek Hutabarat

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, khususnya pasal 1 dinyatakan bahwa konsep pembelajaran adalah suatu interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. 

Ketentuan ini membawa implikasi terjadi proses pembelajaran berbasis aneka sumber yang memungkinkan terciptanya suatu situasi pembelajaran yang “hidup” dan menarik. Selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dinyatakan bahwa, proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Tetapi yang menjadi pertanyaan adalah apakah konsep pendidikan karakter sekarang ini dapat di terjemahkan dengan baik pada tataran pelaksanaan? Bagaimana implementasinya di lapangan ? dan Jika memang sudah di terapakan, apa dan bagaimana hasilnya?

Ketentuan yang tercantum di dalam undang-undang dan peraturan pemerintah tersebutadalah sebuah kemajuan atau lompatan yang jauh akan konsep proses pembelajaran. Karena selama ini sebelum konsep pembelajaran yang hakiki seperti rumusan di atas dikumandangkan bahkan diundangkan dunia pendidikan (sekolah) masih mengenal konsep teaching (pengajaran)


Konsep pengajaran terlalu teacher oriented (berorientasi ke guru), guru satu-satunya sumber informasi, komunikasi berjalan satu arah dari guru ke siswa. Sedangkan konsep pembelajaran dalam pratiknya kebalikan dari konsep pengajaran.

Menerapkan proses pembelajaran seperti yang diamanatkan di dalam dua ketentuan yuridis tersebut menurut hemat penulis tidaklah terlalu sulit. Mengapa? Karena saat ini dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi khususnya internet, seorang pembelajar (guru) dapat mengakses berbagai informasi yang dibutuhkan.

Informasi tersebut tidak hanya berhenti pada tataran konseptual, melainkan sampai ke contoh-contoh model pembelajaran aplikatif, baik di kelas atau di luar kelas. Belum lagi berbagai intitusi menawarkan seminar,training, workshop untuk para pembelajar bagaimana mengelola sebuah proses pembelajaran yang efektif, efisien, menarik, inovatif, dan menyenangkan.


Reigeluth dan Merril (1983) menguraikan tentang tiga variabel dalam proses pembelajaran. Ketiga variabel itu yaitu:  


(1)  kondisi pembelajaran;
(2)  metode pembelajaran; dan
(3) hasil pembelajaran. Kondisi pembelajaran di dalamnya meliputi karakteristik materi ajar, karakterisitik  kendala/ hambatan, dan karakteristik siswa. 


 Metode pembelajaran di dalamnya meliputi strategi pengorganisasian materi, strategi penyampaian materi, dan strategi pengelolaan. Jika dua variabel dan berbagai sub variabel di dalamnya diperhatikan maka hasil pembelajaran (yang menekankan proses, misalnya bagaimana siswa menemukan dan mengatasi masalah atau menekankan hasil tanpa memperhatikan proses) dapat dicapai secara efektif dan efisien, Sehingga dapat mencapai hasil sesuai yang di utaran oleh Undang – undang dasar 1945 dan Pancasila, terwujudnya masyarakat yang makmur dan berpendidikan.

Teori pem-belajaran dan teori belajar.

Berbicara mengenai teori pembelajaran tentu pula harus dibicarakan mengenai teori belajar. Bruner dalam Degeng (1989) mengemukakan bahwa teori pembelajaran adalah preskriptif, sedangkan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif artinya, tujuan teori pembelajaran adalah menetapkan metode/strategi pembelajaran yang cocok supaya memperoleh hasil optimal.

Teori pembelajaran menaruh perhatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain agar terjadi proses belajar. Dengan kata lain, teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel yang spesifik dalam teori belajar agar dapat memudahkan belajar.

Sedangkan deskriptif artinya, tujuan teori belajar adalah menjelaskan proses belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada bagaimana seseorang belajar. Dengan demikian variable kondisi pembelajaran dan variabel metode pembelajaran yang dikemukakan oleh Reigeluth dan Merril tersebut di atas sebagai givens, dan hasil pembelajaran sebagai variabel yang diamati.

Dengan kata lain menurut Asri Budiningsih (2005), kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas dan hasil pembelajaran sebagai variabel terikat. Untuk memudahkan pemahaman konsep di atas, perhatikan contoh berikut ini.

1. Teori pembelajaran (prescriptive): Agar siswa mampu memainkan perannya dalam drama (hasil) dengan baik, organisasilah isi/materi pembelajaran (kondisi) dengan menggunakan model bermain peran atau role playing (metode/strategi).

2. Teori belajar (descriptive): Bila isi/materi pembelajaran (kondisi) di organisasi dengan menggunakan model bermain peran atau role playing (metode/strategi), maka dipastikan siswa mampu memainkan perannya dalam drama (hasil) dengan baik.

Sembilan Peristiwa Belajar Gagne,Dalam bukunya yang berjudul”The Conditions of Learning” (1965), Gagne mengidentifikasikan mengenai kondisi mental seseorang agar siap untuk belajar.Ia mengemukakan apa yang dinamakan dengan”nine events of instruction” atau Sembilan langkah/peristiwa belajar. Sembilan langkah/ peristiwa ini merupakan tahapan-tahapan yang berurutan di dalam sebuah proses pembelajaran.  

Tujuannya adalah memberikan kondisi yang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Agar kesembilan langkah/peristiwa itu berarti dan memberi makna yang dalam bagi siswa, maka guru harus melakukan apa yang memang harus dilakukan.  

Dengan kata lain menyediakan suatu pengalaman belajar atau apapun namanya agar kondisi mental siswa itu terus terjaga.Untuk kepentingan proses pembelajaran. 

Apa yang dikemukan oleh Gagne itu akan berarti jika kita (guru) mampu menyediakan sesuatu (materi, sumber belajar, pengalaman belajar, aktivitas, dll.) yang memang dibutuhkan. 

Tabel berikut ini memperjelas bagaimana kesembilan peristiwa belajar dan pembelajaran itu menjadi berarti karena proses mental yang seharusnya ada pada diri siswa telah difasilitasi oleh guru dengan langkah/tindakan kongrit. 

Jika diperhatikan secara mendalam, tabel di atas yang mencoba memperjelas penerapan model “nine events of instruction” yang dikemukakan oleh Gagne sudah mengimplementasikan teori pembelajaran yang bersifat perspektif dan teori belajar yang bersifat deskriptif. 

Dan yang paling esensial dari opini ini adalah, bahwa di dalam proses pembelajaran guru harus paham benar seperti apa proses mental yang ada dalam diri siswa. Ketika guru menyadari akan hal itu, maka dengan mudah guru dapat memfasilitasi berbagai pengalaman belajar seperti apa yang cocok agar proses mental siswa tersebut terus berkembang.  

Penulis adalah: Student faculty of language and literature of Putera Batam University, Activist Student Christians Movements Indonesia and Teacher at Taman Ilmu Center Batam.