Diperusahaan China, Buruh Wanita Dapat Cuti Kencan - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Kamis, 24 Januari 2019

Diperusahaan China, Buruh Wanita Dapat Cuti Kencan

Ilustrasi/net,
BURUHTODAY.COM - Karier kerap menjadi 'tersangka'melajangnya seorang wanita hingga usia yang sudah atau hampir menginjak kepala tiga. Waktu pribadi menjadi sesuatu yang utopis bagi wanita karier, terutama di negara-negara dengan pertumbuhan ekonomi tinggi seperti China. Jangankan berkeluarga, berkencan atau mencari pasangan pun sulit.

Mengatasi problematika itu, pekerja wanita berusia di atas 30 tahun yang masih melajang mendapatkan tambahan cuti tahunan. Cuti itu diberikan oleh perusahaan wisata, Hangzhou Songcheng Tourism Management, selama delapan hari yang khusus digunakan untuk beristirahat di rumah dan berkencan.

Namun, sayangnya inisiatif tambahan cuti tahunan ini hanya tersedia bagi pekerja tanpa peran krusial dalam perusahaan.

"Pekerja wanita kami kebanyakan bekerja di departemen fungsional internal, dan beberapa di antaranya adalah pemain pertunjukan," ujar Manajer SDM Hangzhou Songcheng Tourism Management, Huang Lei, mengutip The Telegraph.

Pekerja-pekerja itu diketahui tak banyak berkontak dengan dunia luar. "Jadi kami ingin memberikan mereka lebih banyak cuti dan peluang untuk berhubungan dengan lawan jenis," kata Lei.

Keputusan untuk memberikan cuti kencan itu datang setelah kebijakan serupa muncul dari salah satu sekolah kelas menengah di Hangzhou. Sekolah mengeluarkan kebijakan hari libur tambahan bagi guru untuk bersantai dan melepaskan penat yang disebut sebagai 'cuti cinta'.

Wanita lajang berusia 20-an akhir dan awal 30-an di China kerap dianggap sebagai 'shengnu'. Istilah terakhir merujuk pada sebutan tradisional China yang diberikan kepada wanita yang belum menikah pada waktu seharusnya.

Sayang, kehidupan kelas menengah ditambah ekonomi yang tengah berkembang membuat semakin banyak wanita China memilih fokus pada karier sebelum akhirnya memutuskan untuk hidup berumah tangga kelak. Atau, memilih untuk tetap melajang seumur hidup.

Seiring berjalannya fenomena itu, angka pernikahan di China pun kian menurun pada setiap tahunnya sejak 2013 lalu dan menyisakan 200 juta penduduk lajang di negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi kedua di dunia itu.

Tak pelak, hal itu pun berpengaruh pada demografi China, di mana populasi berkembang dengan sangat lambat, meski kebijakan satu anak telah dihapus. Kondisi itu menimbulkan kekhawatiran akan penyusutan tenaga kerja dan merusak prospek pertumbuhan ekonomi negara di masa depan.

Pada 2018, angka kelahiran di China mencapai 15,23 juta. Angka itu turun dua juta dari tahun sebelumnya. 

Penurunan angka kelahiran itu terbilang wajar. Betapa tidak, survei teranyar yang dilakukan oleh LinkedIn China dan L'Oreal pada Maret 2018 menyebutkan, hampir 80 persen responden perempuan China yang lahir setelah 1995 menggambarkan diri mereka sebagai perempuan mandiri secara ekonomi, independen, dan cuek.

Sumber https://m.cnnindonesia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar