foto Ilustrasi |
Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Kalimantan Barat. Mereka menuntut kejelasan hak dari Buruh Harian Lepas (BHL) yang dipekerjakan perusahaan hingga bertahun-tahun.
Senin (13/8/2018) siang.
Atas ketidakjelasan itu, para perwakilan buruh itupun menilai perusahaan perkebunan sawit tersebut telah mengabaikan hak-hak buruh.
Tokoh Masyarakat Petani asal Kabupaten Kubu Raya, Musa Muslim mengakui hingga kini para BHL teraniaya oleh sistem yang diberlakukan oleh perusahaan sawit. Semestinya, setiap perusahaan yang masuk ke daerah harus mengutamakan kepentingan masyarakat baik ekonomi, sosial, infrastruktur, kesehatan dan kesejahteraan.
“Tapi semuanya itu nihil dan kami merasa dizalimi,” ungkapnya saat diwawancarai Tribun Pontianak usai audiensi bersama Disnakertrans.
Masalah kesehatan pekerjaan, misalnya. Musa mengatakan beberapa waktu lalu ada kasus seorang pekerja yang sakit karena terkena pestisida. Pekerja itu menderita sakit hampir satu tahun. Namun, derita pekerja itu tidak mendapat perhatian dari perusahaan sawit tempatnya bekerja.
"Semuanya nol. Ini yang kami tidak mengerti. Sebenarnya dukungan kesejahteraan kepada karyawan dari perusahaan seperti apa sih. Itu contoh kasus yang terjadi di lapangan,” terangnya.
Hal yang jadi pertanyaan besar adalah mengapa tidak ada jaminan kesehatan dari perusahaan padahal iuran BPJS terus dipotong setiap bulan dari penghasilan para petani sawit.
"Setiap bulan dipotong Rp 87 ribu untuk BPJS kok, tapi layanan kesehatan tidak ada,” jelasnya.
Ia juga pertanyakan kebijakan perusahaan yang memangkas masa kerja para petani hanya menjadi 8 hari per bulan. Menurut dia, kebijakan itu sangat tidak masuk akal.
"Manusia mana yang mampu hidup atau bertahan satu bulan dengan kondisi dan biaya hidup seperti itu. Kami juga mempertanyakan tidak ada dasar yang mengikat antara hubungan pekerja dengan perusahaan. SK nya gimana dan status kerjanya seperti apa kan sudah belasan tahun bekerja.
Ia berharap audiensi perwakilan serikat pekerja buruh sawit ke Disnakertrans Provinsi Kalbar dapat membuahkan solusi. Pihak petani sawit sudah jengah lantaran audiensi yang pernah dilakukan di tingkat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) masing-masing belum ada jawaban hingga sekarang.
"Kami juga keheranan kok bisa gitu. Makanya kami hari ini bersama Lingkar Borneo ke Dinas provinsi. Kami berharap kendala-kendala atau fakta di lapangan yang kami sampaikan ada solusi,” tukasnya.
Sumber : Tribun Pontianak.co.id
Masalah kesehatan pekerjaan, misalnya. Musa mengatakan beberapa waktu lalu ada kasus seorang pekerja yang sakit karena terkena pestisida. Pekerja itu menderita sakit hampir satu tahun. Namun, derita pekerja itu tidak mendapat perhatian dari perusahaan sawit tempatnya bekerja.
"Semuanya nol. Ini yang kami tidak mengerti. Sebenarnya dukungan kesejahteraan kepada karyawan dari perusahaan seperti apa sih. Itu contoh kasus yang terjadi di lapangan,” terangnya.
Hal yang jadi pertanyaan besar adalah mengapa tidak ada jaminan kesehatan dari perusahaan padahal iuran BPJS terus dipotong setiap bulan dari penghasilan para petani sawit.
"Setiap bulan dipotong Rp 87 ribu untuk BPJS kok, tapi layanan kesehatan tidak ada,” jelasnya.
Ia juga pertanyakan kebijakan perusahaan yang memangkas masa kerja para petani hanya menjadi 8 hari per bulan. Menurut dia, kebijakan itu sangat tidak masuk akal.
"Manusia mana yang mampu hidup atau bertahan satu bulan dengan kondisi dan biaya hidup seperti itu. Kami juga mempertanyakan tidak ada dasar yang mengikat antara hubungan pekerja dengan perusahaan. SK nya gimana dan status kerjanya seperti apa kan sudah belasan tahun bekerja.
Ia berharap audiensi perwakilan serikat pekerja buruh sawit ke Disnakertrans Provinsi Kalbar dapat membuahkan solusi. Pihak petani sawit sudah jengah lantaran audiensi yang pernah dilakukan di tingkat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) masing-masing belum ada jawaban hingga sekarang.
"Kami juga keheranan kok bisa gitu. Makanya kami hari ini bersama Lingkar Borneo ke Dinas provinsi. Kami berharap kendala-kendala atau fakta di lapangan yang kami sampaikan ada solusi,” tukasnya.
Sumber : Tribun Pontianak.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar