En Jacob Ereste : Masalah Impor Beras Presiden dan Wakil Presiden Bisa Selisih Pendapat - BURUH TODAY

Breaking

BURUH TODAY

www.buruhtoday.com


Post Top Ad

Rabu, 18 November 2015

En Jacob Ereste : Masalah Impor Beras Presiden dan Wakil Presiden Bisa Selisih Pendapat

Buruhtoday.com - Negara Vietnam telah memenangkan tender untuk memasok hampir 1 juta ton beras ke Indonesia. Demikian informasi dari pejabat Kementerian Perindustrian dan Perdagangan Vietnam di Hanoi. (Beritasatu, Rabu 7 Oktober 2015). Informasi tersebut memperkuat bahwa Indonesia membuka impor beras. Meskipun hingga saat ini masih jadi 'polemik' antara Presiden Joko Widodo yang menegaskan tidak perlu impor beras karena pasokan cukup, sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang sejak pekan lalu mengatakan Indonesia harus impor 1,5 juta ton untuk mengamankan stok dalam negeri.

Pernyataan Presiden bahwa Indonesia tidak perlu mengimpor beras, sementara Wakil Presiden menyatakan sebaliknya. Kedua pernyataan dwi tunggal tersebut sungguh membingungkan masyarakat, pernyataan Presiden itu seperti dilontarkan saat  melakukan panen padi bibit vareitas IPB 3S di Desa Cikarang, Kabupaten Kerawang, Jawa Barat pada 27 September 2015. (Beritasatu, 27 September 2015).

Alasan Presiden, Indonesia tidak perlu mengimpor beras, sebab cadangan beras yang tersimpan di gudang-gudang milik Perum Bulog masih dalam batas aman, yaitu sebanyak 1,7 juta ton. Sedangkan untuk menjaga stabilisasi harga beras, pemerintah akan menggelar operasi pasar secara besar-besaran.

Dia mengatakan, yang harus dilakukan adalah mendorong para petani menanam dan memproduksi beras sehingga kebutuhan dalam negeri dapat tercukupi. Terobosan yang dilakukan Kementerian Pertanian bersama Institut Pertanian Bogor (IPB) dan pemerintah daerah Jawa Barat melalui penemuan bibit padi varietas IPB 3S akan mampu melipatgandakan produksi beras. Apalagi, katanya, bibit padi varietas IPB 3S mampu menghasilkan 13,4 ton per hektare. Dan bibit varietas IPB 3S telah diujicobakan di atas lahan seluas 500 hektare, di Kabupaten Karawang, katanya.

Lain cerita dengan laporan yang dilansir Reuters.com,  bahwa tender untuk memasok beras ke Indonesia dari Vietnam itu disepakati tidak lama setelah Vietnam juga memutuskan untuk memasok 450.000 ton beras ke Filipina. Sedangkan Filipina sendiri juga membutuhkan pasokan beras hingga 750.000 ton untuk memenuhi kebutuhan lokal menjelang akhir tahun 2015.

Langkah Vietnam yang menjamin ketersediaan pasokan hingga kuartal I 2016 ini berbeda dengan Thailand yang sebelumnya tidak terlalu antusias untuk memasok kebutuhan 1,5 juta ton beras ke Indonesia. Hal itu karena Thailand berkonsentrasi untuk memasok kebutuhan Filipina. Diungkapkan juga produsen dan pedagang beras Kamboja antusias untuk memasok beras ke Indonesia, karena menurut  Kim Savuth yang juga Wakil Presiden dari Federasi Beras Kamboja (Cambodian Rice Federation/CRF) pemerintah Kamboja seharusnya memberikan kesempatan kepada pihak swasta untuk memasok beras ke Indonesia. CRF adalah lembaga yang diperkuat hampir 100 penggilingan beras dan eksporter.

Diungkapkan juga bahwa Indonesia dan Kamboja mempunyai perjanjian bilateral pada 2012 lalu untuk mengimpor beras dan kesepakatan itu masih berlaku hinggga 2016. Bagi Anggota Komisi IV dari Fraksi Nasdem Sulaeman Hamzah bisa memahami keinginan pemerintah untuk impor beras jika pada akhir tahun akibat kebutuhan stok beras nasional tidak bisa dipenuhi. Namun kegamangan pemerintah seperti diungkapkan juga oleh anggota DPR RI yang meminta agar pemerintah  sebelum memutuskan impor beras dilakukan, kementerian Pertanian perlu mengelola dan mendata ketersediaan stock beras nasional.

Dari berbagai catatan, Menteri Pertanian sendiri dalam berbagai kesempatan seperti saat melakukan rapat kordinasi dengan DPR menyebut kondisi stok beras hingga akhir tahun 2015 relatif terpenuhi dan aman. Kalau pun akhir imoor juga, itu hanya bersifat sementara dalam kuota terbatas, sekedar untuk menutupi kekurangan, kata Sulaiman membela Kementerian Pertanian. Lain lagi cerita Wakil Presiden Jusuf Kalla yang melakukan rapat bersama

Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, Menteri Perdagangan Thomas Lembong, serta Kepala Bulog Djarot Kusumayakti, menggelar rapat terkait penanganan dan antisipasi El Nino terhadap ketahanan pangan pada 21 September 2015. Hasil rapat koordinasi ini menurut Jusuf Kalla besar kemungkinan membuka keran impor guna memenuhi kebutuhan pangan.

Masalahnya bagi warga masyarakat awam, agaknya memang tidak terlalu penting silisih pendapat antara Presiden dengan Wakil Presiden ikhwal pasokan beras yang simpang siur ini. Namun bagi kalangan aktivis, pengamat ekonomi bahkan bagi pengamat politik, tidak sinkronnya pernyataan Presiden dengan pernyataan wakil Presiden mengenai stock beras nasional dan perlu atau tidaknya melakukan impor sungguh membingungkan. Atau bahkan bisa memalukan. Bagaimana mungkin suatu jabatan yang seharusnya bersifat dwi-tunggal bisa membuat pernyataan yang berbeda dan membingungkan masyarakat.

Selisih pendapat antara Presiden dengan wakil Presiden ini mengingatkan sengketa konyol dalam rumah tangga Pak Karto Gelinding, tetangga kami di kampung. Mereka sering sekali berselisih pendapat dengan hal yang ramah tamah, hanya untuk menggagahi tetangga agar dianggap wah. Padahal gentong beras yang ada di rumah sudah kering kerontang. Sementara Pak Karto Gelinding masih berlagak, rumah tangganya tidak pernah kekurangan beras, meski  sering membeli dengan cara eceran. ***