Jakarta,Buruhtoday.com - Sebanyak 50 ribu buruh tergabung dalam Komite Aksi Upah(KAU) dari berbagai daerah melakukan aksi demo pengepungan di Istana Negara, Gelombang aksi yang dilakukan puluhan ribu tersebut sebagai bentuk penolakan buruh terhadap disahkannya Peraturan Pemerintah No 78 tahun 2015 tentang pengupahan.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia(KSPI), Said Iqbal mengatakan bagi buruh, PP Pengupahan No 78 /2015 yang baru disahkan oleh Presiden Jokowi adalah bencana besar bagi buruh Indonesia. Bagaimana tidak, pendapatan buruh Indonesia yang berbasis Upah minimum hanya sebesar 1,1 juta - 2,9 juta, akan makin jauh tertinggal dari negara-negara lainnya seperti Filipina, Thailand, Cina yang upahnya telah mencapai 3,5-4 jutaan.
“Protes buruh terhadap PP 78 ini bukan hanya pada contennya, melainkan pada proses penetapanya yang tidak melibatkan dan mendengarkan aspirasi kaum buruh.” Tegas Said Iqbal.
Diugkapkannya, isi atau pesan kuat dari PP Pengupahan yang sengaja di terbitkan beberapa hari jelang penetapan upah minimum dan bagian dari paket jilid ke IV kebijakan ekonomi Jokowi adalah untuk membatasi kenaikan upah minimum sesuai pesanan para pengusaha yang Rakus.
Menurut Said, Melalui PP Pengupahan no 78 ini, penetapan upah minimum oleh Gubernur/ Bupati tidak lagi menggunakan acuan utama yang diatur dalam pasal 84 ayat 4 UU Ketengakerjaan No 13/2013 yakni Gubernur/bupati menetapkan upah minimum berdasarkan rekomendasi dewan pengupahan berbasis survey Kebutuhan hidup layak (KHL) dan angka pertumbuhan ekonomi serta produktivitas dan tentu saja angka inflasi,
“Karena survey KHL yang dilakukan berdasarkan survey KHL di tahun sebelumnya.” Ungkapnya.
Lanjutnya lagi, pemerintah harusnya merespon keinginan buruh merevisi KHL. Sayangnya, pemerintah malah menghilangkan komponen KHL dalam formula penetapan kenaikan upah minimum.
“Melalui PP 78 ini, kenaikan upah hanya berdasar angka pertumbuhan ekonomi dan angka inflasi saja tidak lebih 10-11% ( inflasi 6%, pertumbuhan ekonomi 5%). Dan PP Pengupahan 78 ini juga mereduksi peran dan partisipasi serikat buruh dalam penetapan upah minimum, karena sudah di tetapkan melalui formula pasti dan menepikan rekomendasi dari serikat buruh.” Imbuhnya.
Untuk itu, KOMITE AKSI UPAH (KAU) Gerakan Buruh Indonesia yang terdiri dari berbagai elemen buruh di Indonesia dengan tegas menyatakan perlawanannya yang akan dilakukan secara all out terhadap pemerintah yakni:
- Aksi Nasional pada 30 Oktober 2015 dengan bertahan di Istana Hingga Menang.
- Aksi dan Mogok Daerah untuk melumpuhkan daerah pada 2-10 November 2015.
- Kampanye perlawanan melalui Parade/konvoi NTB/Bali -Jawa. Serta Long March Jalan Kaki Bandung Jakarta.
- Mogok Nasional melumpuhkan kawasan kawasan industri, Pelabuhan, Jalan Tol,Bandara dan Bursa Efek Indonesia sesuai peraturan perundangan yang berlaku pada pertengahan November sampai awal desember 2015.
Dalam aksi tersebut, para buruh juga memberikan 4 poin tuntutannya dengan tegas, yakni :
- Melakukan perlawanan kepada Presiden Jokowi sampai Presiden Jokowi membatalkan PP Pengupahan tersebut.
- Menolak formula dan mekanisme penetapan upah minimum yang hanya berbasis inflasi dan pertumbuhan ekonomi dan menapikan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
- Mendesak dan mengajak para Gubernur dan Bupati/ walikota untuk “Melawan” Jokowi dan menetapakan kenaikan UMP/UMK minimal sebesar 25% dari survey KHL yang benar.
- Copot Menteri Ketenagakerjaan yang telah gagal memberikan perlindungan dan meningkatkan kesejahteraan kaum buruh.
“PP Pengupahan adalah Produk Politik upah murah yang dibuat oleh Pemerintahan Jokowi – JK agar kemiskinan bisa dilakukan secara sistemik dan hanya memuaskan kalangan investor Rakus yang akan mengexploitasi SDA dan SDM Indonesia jelang MEA Desember 2015.” Cetusnya.
“Buruh dan elemen rakyat lainnya akan terus melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang sengsarakan buruh dan rakyat hingga pemerintah menerapkan kebijakan ekonomi yang pro rakyat bukan pengusaha hitam.” Tandas Said Iqbal.
(sumber Web KSPI).